Senin, 10 Agustus 2009

Ritus Kematian Pada Masyarakat Simalungun

Ritus Kematian Pada Masyarakat Simalungun


WILAYAH Indonesia terdiri atas lingkungan-lingkungan etnik yang mempunyai adat dan kebiasaan beraneka ragam, berbeda satu dengan lain. Hal ini berlaku pula pada keberadaan kesenian Indonesia, utamanya seni pertunjukan.

Edi Sedyawati mengungkapkan, pada lingkungan-lingkungan etnik ini, adat dan kebiasaan menjadi sangat berperan bagi kelangsungan hidup seni pertunjukan. Demikian juga halnya seni pertunjukan yang berupa tari-tarian dengan iringan bunyi-bunyian, sering dianggap merupakan pengemban dari kekuatan-kekuatan magis yang diharapkan hadir, tetapi juga tidak jarang merupakan semata-mata tanda syukur atas terjadinya peristiwa-peristiwa tertentu.

Beberapa seni pertunjukan tradisi di Indonesia pada akhirnya tidak lepas dari sifat religius manusia, maknanya berkaitan dengan system religi dan kepercayaan masyarakat setempat. Dengan kata lain, bahwa system religi dan kepercayaan menjadi bagian yang sangat hidup dalam seni pertunjukan. Hal ini bias dilihat pada kehidupan masyarakat Simalungun, masih ada salah satu seni pertunjukan yaitu tari Huda-huda Toping-toping dan ansamble musik gonrang yang keberadaannya sangat berkaitan erat dengan adat dan kebiasaan masyarakatnya yaitu dalam upacara kematian.

Namatei Sayur Matua
Kematian adalah salah satu siklus dari kehidupan manusia selain kelahiran, pubertas dan perkimpoian. Pada salah satu fase dalam siklus ini sering dilaksanakan upacara. Upacara tersebut dilakukan karena merupakan tahap-tahap penting dalam kehidupan manusia untuk diperingati. Peringatan upacara tersebut dinamakan upacara peralihan (rites of passage).

Di masyarakat Simalungun, seseorang yang meninggal dunia pada usia lanjut dan telah meninggalkan anak cucu, dilakukan upacara kematian yang disebut namatei sayur matua. Kematian pada usia lanjut tidak perlu lagi bersedih, namun merupakan satu kegembiraan, karena menjadi berkah. Ketika ada seorang warga Simalungun yang berusia lanjut meninggal di suatu perkampungan, mereka memahami seketika itu banyaknya kegiatan yang harus segera dilakukan oleh warga setempat sebagai persiapan menjelang dilangsungkannya upacara pemakaman. Jenazah yang bersangkutan diletakkan di tengah-tengah ruang keluarga yang kemudian segera dihadiri oleh para kerabat dan rekan.

Ensamble musik gonrang bolon dimainkan di dalam ataupun di luar rumah, namun pada tempat yang berdekatan dengan jenazah. Pernah terjadi suatu ketika untuk menghormati seorang wanita tua Simalungun, dilangsungkan berbagai kegiatan selama tiga hari tiga malam sebagai bentuk penyesuaian terhadap kehidupan masyarakat modern. Ansamble musik gonrang berhenti dimainkan pada saat mendekati tengah malam, meskipun menurut tradisi yang asli, musik ini dimainkan secara nonstop.

Mendekati senja hari setelah berlangsungnya upacara disertai dengan kata-kata sambutan, arak-arakan menuju lokasi penguburanpun mulai dilaksanakan dengan dipimpin oleh para pemain musik dan pengusung jenazah. Demikianlah seorang warga Simalungun dibaringkan ke peristirahatannya yang terakhir menurut tata cara yang digariskan oleh tradisi.

Upacara Kematian Untuk Raja
Pada saat seorang raja wafat, kematiannya harus disebarluaskan kepada rakyat dan berbagai persiapan harus segera dilaksanakan di istana. Jenazah raja dipersiapkan dan ditempatkan pada suatu anjungan di tengah-tengah suatu ruangan besar untuk diperlihatkan kepada khalayak, agar para rekan, kerabat serta kenalan yang hadir dapat menari di sekelilingnya.

Para pekerja (parhobas) mulai membangun usungan, sebuah tandu dari bambu yang digotong oleh limapuluh hingga tujuh puluh lima orang yang digunakan untuk menampung peti mati beserta jenazah raja. Untuk meletakkan peti mati ke atas tandu besar itu dibuatlah sebuah tangga panjang yang terbuat dari bambu.
Lembaran-lembaran kain putih (porsa) dibagikan kepada para anggota keluarga laki-laki dan pelayat yang lain sebagai tanda dukacita. Kain ini sebagian dililitkan pada kepala menyerupai sorban dan sebagian lagi diikatkan melingkari lengan. Alat-alat musik dibungkus dengan kain putih itu juga. Para penari dan pemain musik dipanggil menghadap ke istana. Para penari dengan pakaian-pakaian tertentu yang dipersiapkan untuk acara yang akan segera di mulai.

Setelah semuanya siap, ketiga fase upacara pemakaman seorang raja Simalungun dapat dilaksanakan (1) Kegiatan Huda-huda yang berpusat di halaman istana, (2) Mandingguri, acara disekitar peti mati yang dilakukan di dalam istana, (3) Manandur/manuan berbagai ritual yang terakhir di lokasi pemakaman. Ketiga fase itu dirancang guna memenuhi kebutuhan untuk memperlihatkan rasa hormat, pengungkapan rasa simpatik, dan kesedihan serta memberikan bantuan kepada mereka yang ditinggalkan

Mandingguri adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suara-suara kematian di daerah Simalungun. Lonceng kematian untuk menggambarkan sifat mandingguri sebagai bunyi ansemble musik gonrang di rumah seseorang yang meninggal dunia. Salah satu sumber bunyi pada saat berlangsungnya upacara pemakaman gaya Simalungun adalah dimainkannya ansambel musik gonrang. Ansambel musik gonrang ini memainkan musik bilamana terjadi peristiwa kematian.

0 komentar: